Selasa, 05 Agustus 2014

PERKEMBANGAN PARADIGMA OPA, NPM, DAN NPS DALAM ADMINISTRASI NEGARA

1.   Paradigma 1 : Dikotomi Politik-Administrasi, dari Tahun 1900-1926

Tonggak sejarah yang dapat dipergunakan sebagai momentum dari fase paradigma pertama ini ialah tulisan dari Frank J. Goodnow yang dalam bukunnya Politic and Administration yang berbendapat bahwa terdapat dua fungsi pokok pemerintah yang amat berbeda satu sama lain. Dua fungsi tersebut ialah politik dan administrasi sebagaimana yang tertulis dalam bukunya. Politik menurut Goodnow harus membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan atau melahirkan keinginan-keinginan negara. Sementara administrasi diartikan sebagai pelaksana yang harus berhubungan dengan kebijksanaan-kebijaksanaan tersebut. Pemisahan kekuasaan memberikan dasar perbedaan antara politik dan administrasi. Badan legislatif dengan ditambah kemampuan penafsiran dari badan yudikatif mengemukakan keinginan-keinginan negara dan kebijaksanaan formal. Sedangkan  badan eksekutif mengadministrasikan kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut secara adil dan tidak memihak kepada salah satu kekuatan politik.
Locus pada paradigma satu ini yakni mempermasalahkan dimana seharusnya administrasi negara ini berada. Secara jelas menurut Goodnow dan pengikut-pengikutnya administrasi negara seharusnya berpusat pada birokrasi pemerintahan selanjutnya dalam kaitannya dengan locus paradigma pertama ini ialah timbulnya suatu persoalan diantara kalangan akademis dan praktisi mengenai dikotomi politik-administrasi. Inisial legitimasi yang konseptual tentang locus ini memberikan pusat pengertian atau definisi dari bidang administrasi. Selanjutnya dalam kaitannya dengan locus paradigma pertama ini ialah timbul suatu persoalan di antara kalangan akademisi dan praktisi mengenai dikotomi politik-administrasi.
Administrasi negara mulai mendapatkan legitimasi akademis pada tahun 1920-an. Pada tahun 1996 usaha yang amat terhormat dilakukan oleh Leonald white dengan menerbitkan bukunya yang terkenal “ Introduction to the study of public administration”(buku pertama yang secara keseluruhannya dipersembahkan untuk mengenalkan ilmu admnistrasi negara). Dwight waldo pernah mengatakan mengenai buku white ini bahwa  buku tersebut merupakan sari karakter kemajuan Amerika, dan didalam saripatinya itu tercermin dorongan yang umum dalam bidang ini. Dorongan itu antara lain mengemukakan sebagai berikut :
1)      Politik seharusnya tidak usah mengganggu lagi administrasi.
2)      Manajemen memberikan sumbang analisis ilmiahnya terhadap administrasi
3)      Administrasi negara adalah mampu menjadikan dirinya sebagai ilmu pengatahuan yang “value free”.
4)      Misi dari ilmu administrasi adalah ekonomis dan efesiensi.

Pembagian daerah analisis antara administrasi negara dan ilmu politik selama masa orientasi locus ini tampaknya mempunyai dampak yang panjang sampai sekarang ini. Hal ini dapat dilihat beberapa universitas-universitas di Amerika Serikat ( kelihatannya diikuti pula oleh universitas-universitas di Indonesia) bahwa bidang administrasi negara itu di dalamnya diajarkan materi-materiseperti : teori organisasi, administrasi keuangan, administrasi kepegawaian, dan Administrasi Perbekalan. Sedangkan ilmu politik diajarkan subjek-subjek. Teori pemerintahan, kepresidenan, proses pembuatan undang-undang, politik pemerintah pusat dan daerah, perbandingan politik, hubungan internasional dan banyak hal lainnya.
Pengaruh kedua fase dari orientasi locus ini ialah isolasi administrasi negara dari bidang kajian lainnya seperti misalnya, administrasi perusahaan (business administration). Sebagaimana menurut Woodrow Wilson berpendapat bahwa administrasi merupakan suatu bidang usaha (a field of business) dan ahrus dipisahkan dari politik. Isolasi ini memberikan konsekuensi yang tidak menguntungkan, terutama sekali ketika bidang-bidang tersebut melaui penelitiannya terhadap sifat organisasi. Terdapat juga kata-kata Woodrow Wilson yang terkenala yaitu : administrasi berada di luar bidang politik. Persoalan-persoalan administrasi bukanlah menjadi persoalan-persoalan politik walaupun politik menetapkan serangkaian tugas-tugas yang harus dilakukan administrasi akan tetapi ia tidak seharusnya bertanggung jawab memanipulasikan urusan-urusannya.

2.     Paradigma 2 : Prinsip-Prinsip Administrasi, dari Tahun 1927-1937
Dari paradigma dikotomi politik administrasi telah dijelaskan bahwa administrasi mengalami penekanan pada “administrasi dan praktika” yang disebabkan oleh konsekuensi isolasi yang tidak menguntungkan terutama ketika bidang tersebut memulai penelitiannya terhadap sifat organisasi, sehingga usaha yang dilakukan berikutnya ialah dipusatkan untuk memberikan fondasi prinsip-prinsip ilmiah pada administrasi.
Di awali dengan terbitnya Principles of  Public Adminisration karya W F Willoughby tahun 1927. Pada fase ini administrasi diwarnai oleh berbagai macam kontribusi dari bidang-bidang lain seperti industry, pemerintahan dan manajemen. Berbagai bidang inilah yang membawa dampak yang besar pada timbulnya prinsip-prinsip administrasi. Prinsip-prinsip tersebut yang menjadi focus kajian administrasi publik sedangkan locus dari paradigma ini kurang ditekankan karena  esensi prinsip-prinsip tersebut karena prinsip itu bisa terjadi pada semua tatanan, lingkungan, misi atau kerangka institusi, ataupun kebudayaan, dengan demikian administrasi bisa hidup dimanapun asalkan prinsip-prinsip tersebut dipatuhi.
Sesungguhnya walaupun adminsitrasi itu sebenarnya bisa berada dimana saja, akan tetapi karena prinsip adalah prinsip dan administrasi adalah adminsitrasi maka menurut persepsi paradigma ini administrasi Negara mempunyai suatu prinsip tertentu. Prinsip-prinsip yang dimaksud tersebut ialah adanya suatu kenyataan bahwa administrasi Negara bias terjadi pada semua tatanan tanpa memedulikan kebudayaan, fungsi, lingkungan, misi atau kerangka fungsi.
Pada paradigma kedua ini pengaruh manajemen Klasik sangat besar Tokoh-tokohnya adalah :

 F.W Taylor yang menuangkan 4 prinsip dasar yaitu:
1)      Perlu mengembangkan ilmu manajemen sejati untuk memperoleh kinerja terbaik.
2)      Perlu dilakukukan proses seleksi pegawai ilmiah agar mereka bisa tanggung jawan dengan kerjanya.
3)      perlu ada pendidikan dan pengembangan pada pegawai secara ilmiah.
4)      Perlu kerjasama yang intim antara pegawai dan atasan (prinsip management ilmiah Taylor).

Menurut Gullick dan Urwick, prinsip amatlah penting bagi administrasi sebagai suatu ilmu. Adapun letak dimana prinsip itu akan dipakai tidak begitu penting. Focus memegang peranan penting dibandingkan locus. Prinsip administrasi yang terkenal dari Gullick dan Urwick yaitu POSDCORB.

3. Paradigma 3 : Administrasi Negara sebagai Ilmu Politik, dari Tahun 1950-1970
Dalam periode  administrasi sejak akhir tahun 1930-an timbul kritik-kritik tajam terhadap administrasi publik, seperti yang dilontarkan Herbert Simon. Akibatnya, administasi publik mundur  ke dalam  disiplin induknya, yaitu ilmu politik. Pengaruh dari gerakan mundur ini berupa pembaharuan definisi mengenai locus yang ditimpakan pada birokrasi pemerintah, tetapi dengan melepaskan hal-hal yang berkaitan dengan focus.
                         Periode ke tiga ini dapat di pandang sebagai suatu usaha untuk meninjau kembali segala jalinan konseptual antara administrasi public dan politik. Konsekuensi dari usaha ini hanya menciptakan lorong studi, yang pada akhirnya dalam pengertian focus analitis, mengarah pada keterampilan belaka. Karena itu, tidak mengherankan jika tulisan-tulisan mengenai administrasi publik pada kurun 1950-an hanya berbicara tentang penekanan atau penonjolan satu wilayah kepentingan, bahkan sebagai sinonim dengan ilmu politik. Periode ini ditandai penekanan locus, yaitu pada birokrasi pemerintahan. Sedangkan tulisan-tulisan berusaha mengaitkan administrasi dengan ilmu politik.
                         Walaupun usaha untuk kembali kepada ilmu politik sebagai suatu identifikasi dari administrasi Negara pada paradigma ini, akan tetapi sebaliknya ilmu politik mulai melupakannya. Tahun 1962 administrasi bukan lagi dianggap sebagai bagian dari ilmu politik. Hal ini dibuktikan dari laporan komisi ilmu politik sebagai suatu disiplin dari APSA (American Political Science Assosiation). Tahun 1964 suatu survey yang dilakukan oleh sarjana-sarjana ilmu politik memberikan petunjuk tentang merosotnya minat terhadap administasi Negara dalam fakultas-fakultas ilmu politik. Tahun 1967 administrasi Negara benar-benar dicoret dari program pertemuan tahunan APSA.

4. Paradigma 4 : Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi,dari Tahun 1956-1970
    Timbulnya paradigma 4, sebagian sebabnya karena sarjana-sarjana administrasi negara dianggap sebagai warga negara kelas dua dari ilmu politik. Akibat karena itu, maka mereka mencari altenatif pemecahannya. Tampaknya jalan yang dipilih ialah kembali bahwa administrasi negara adalah ilmu administrasi.
    Istilah ilmu administrasi (administrasi science) dipergunakan dalam paradigma 4 ini untuk menunjukkan isi dan fokus pembicaraan. Dalamilmu ini terdapat pula pembahasan-pembahasan mengenai teori organisasi dan ilmu manajemen.
    Pada fase ini ilmu administrasi hanya memberikan focus, tetapi tidak pada locus-nya. Ia menawarkan teknik-teknik,dan bahkan seringkali teknik-teknik yang canggih dan memerlukan keahlian dan spesialisasi. Sebagaimana yang dibahas dalam paradigma 2 di muka,administrasi adalah administrasi dimanapun ia dapat dijumpai. Focus lebih utama daripada locus-nya.

5. Paradigma 5 : Administrasi Negara sebagai Administrasi Negara, Tahun 1970
    Pembaruan dalam tahap paradigma yang ke-5 ini locus administrasi negara tidak semata – mata pada ilmu murni administrasi, melainkan pada teori organisasi. Lebih dari itu, administrasi negara semakin bertambah perhatiannya terhadap wilayah ilmu kebijaksanaan (policy science), politik ekonomi, proses pembuatan kebijaksanaan pemerintah dan analisisnya (public policy making process),dan cara-cara pengukuran dari hasil-hasil kebijaksanaan yang telah dibuat.
    Aspek-aspek perhatian ini dapat dianggap dalam banyak hal sebagai suatu mata rantai yang menghubungkan antara focus administrasi negara dengan locus-nya.sebagaimana yang terlihat dalam tren yang diikuti oleh paradigma ini, maka focus administrasi negara adalah teori organisasi, praktika dan analisis public policy, dan teknik-teknik administrasi dan manajemen yang sudah maju. Adapun locus normatif dari administrasi negara digambarkan oleh paradigma ini adalah pada birokrasi pemerintahan dan pada persoalan-persoalan masyarakat (public affairs).

Administrasi Publik Tradisional / Klasik (The Old Public Administration)
Perkembangan paradigma administrasi publik klasik dimulai ketika awal kelahiran dari administrasi publik itu sendiri. Administrasi publik klasik sebagaimana yang dijelaskan oleh Teguh Kurniawan dalam jurnalnya yang berjudul “Pergeseran Paradigma Administrasi Publik : dari Perilaku Model Klasik dan NPM ke Good Governance”, pada masa perkembangan awal, administrasi publik dikenal dengan konsep yang sangat legalistik, ter-institusionalisasi, dengan berbagai macam aturan yang mengikat, struktur organisasi yang hirarkis yang kurang memungkinkan adanya koordinasi dari berbagai fungsi sehingga sangat sentralistik dan betapa besarnya dominasi pemerintah dalam berbagai hal termasuk pemberian pelayanan publik. Besarnya intervensi pemerintah pada semua segmen kehidupan masyarakat menjadikan pemerintah sebagai penguasa tunggal, dimana peraturan atau kebijakan yang dibuat dimungkinkan untuk diambil alih secara penuh oleh pemerintah tanpa melibatkan berbagai aktor lainnya seperti perwakilan dari sector bisnis dan khususnya partisipasi masyarakat.
Hal ini menimbulkan dampak dengan besarnya anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah untuk membiayai organisasi pemerintahan yang formasi birokrasinya cenderung “gemuk” dengan bermacam fungsi yang terlalu boros dan tidak memiliki tupoksi yang jelas. Terlebih lagi dengan masyarakat yang dihadapkan pada rantai meja-meja pelayanan yang berbelit dan semakin menjauhkan hubungan masyarakat dengan pemerintah, seakan-akan terjadi pembatasan yang jelas antara pemerintah dan masyarakat, dan ini akan membuat pemerintah sulit untuk ditempuh oleh masyarakat. Tentu saja ini memberatkan masyarakat sebagai pembayar pajak dimana hasil pajak lebih banyak keluar untuk gaji pegawai dan pembiayaan pemerintah lainnya namun sedikit untuk layanan terhadap publik.
Secara ringkas, Denhardt dan Denhardt menguraikan karakteristik OPA sebagai berikut:
1)    Fokus utama adalah penyediaan pelayanan publik melalui organisasi atau badan resmi pemerintah.
2)    Kebijakan publik dan administrasi negara dipahami sebagai penataan dan implementasi kebijakan yang berfokus pada satu cara terbaik, kebijakan publik dan administrasi negara sebagai tujuan yang bersifat politik.
3)    Administrator publik memainkan peranan yang terbatas dalam perumusan kebijakan publik dan pemerintahan; mereka hanya bertanggung-jawab mengimplementasikan kebijakan publik.
4)    Pelayanan publik harus diselenggarakan oleh administrator yang bertanggung-jawab kepada pejabat politik (elected officials) dan dengan diskresi terbatas.
5)    Administrator bertanggung-jawab kepada pimpinan pejabat politik (elected political leaders) yang telah terpilih secara demokratis.
6)    Program-program publik dilaksanakan melalui organisasi yang hierarkis dengan kontrol yang ketat oleh pimpinan organisasi.
7)    Nilai pokok yang dikejar oleh organisasi publik adalah efisiensi dan rasionalitas.
8)    Organisasi publik melaksanakan sistem tertutup sehingga keterlibatan warga negara dibatasi.
9)    Peranan administrator publik adalah melaksanakan prinsip-prinsip Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting dan Budgetting.

Beberapa poin dalam administrasi publik klasik jika dilihat memiliki persamaan dengan kondisi pelayanan publik di Indonesia dimana sistem birokrasi di Indonesia masih cenderung sulit untuk dijangkau oleh masyarakat karena proses birokrasi yang lama dan kaku, masih terhirarkis top down, contohnya untuk kasus sistem desentralistik di Indonesia pemerintah pusat tetap memiliki kekuasaan eksklusif yang tidak bisa sepenuhnya diserahkan pada pemerintah daerah. Pemerintah masih memegang kontrol yang besar terhadap pemerintah daerah meskipun tidak lagi sebesar ketika Indonesia menganut sistem pemerintahan sentralistik. Dalam administrasi publik klasik organisasi publik lebih memfokuskan pada efisiensi dan rasionalitas sehingga melupakan sisi humanis dari internal organisasi.

Manajemen Publik Baru  (New Public Management)
Paradigma New Public Management muncul pada tahun 1980-an dan masih berkembang sampai sekarang. Paradigma ini mencoba memperbaiki kinerja pemerintah yang lamban dalam memberikan pelayanan publik dengan coba memasukan prinsip atau semangat kewirausahaan seperti yang ada dalam organisasi sector privat ke organisasi publik, memberikan sentuhan kompetisi untuk menghasilkan efektitas, efisiensi dan produktifitas yang tinggi dalam organisasi publik.
Inti dari ajaran NPM dapat diuraikan sebagai berikut:
a)    Pemerintah diajak untuk meninggalkan paradigma administrasi tradisional dan menggantikannya dengan perhatian terhadap kinerja atau hasil kerja.
b)    Pemerintah sebaiknya melepaskan diri dari birokrasi klasik dan membuat situasi dan kondisi organisasi, pegawai dan para pekerja lebih fleksibel.
c)    Menetapkan tujuan dan target organisasi dan personel lebih jelas sehingga memungkinkan pengukuran  hasil melalui indikator yang jelas.
d)    Staf senior lebih berkomitmen secara politis dengan pemerintah sehari-hari daripada netral.
e)    Fungsi pemerintah adalah memperhatikan pasar, kontrak kerja keluar, yang berarti pemberian pelayanan tidak selamanya melalui birokrasi, melainkan bisa diberikan oleh sektor swasta.
f)    Fungsi pemerintah dikurangi melalui privatisasi.

Pelayanan Publik Baru (New Public Service)
New Public Service dianggap sebagai usaha kritikan terhadap paradigma Old Public Administration dan New Public Management yang dirasa belum memberikan dampak kesejahteraan dan malah menyebarkan ketidak-adilan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Masyarakat harusnya dianggap sebagai warga negara dan bukannya client atau pemilih seperti dalam paradigma Old Public Administration atau customer yang diusung oleh paradigma New Public Management.
Prinsip-prinsip atau asumsi dasar dari Pelayanan Publik Baru (New Public Service) adalah sebagai berikut :
1.    Melayani Warga Negara Bukan Pelanggan (Serves Citizens, Not Costumer) ; melalui pajak yang mereka bayarkan maka warga negara adalah pemilik sah (legitimate) negara bukan pelanggan.
2.    Mengutamakan Kepentingan Publik (Seeks the Public Interest) ; kepentingan publik seringkali berbeda dan kompleks, tetapi negara berkewajiban untuk memenuhinya. Negara tidak boleh melempar tanggung-jawabnya kepada pihak lain dalam memenuhi kepentingan publik.
3.    Kewarganegaraan Lebih Berharga atau Bernilai dari Pada Kewirausahaan (Value Citizenship over Entrepreneurship); kewirausahaan itu penting, tetapi warga negara berada di atas segala-galanya.
4.    Berpikir Strategis dan Bertindak Demokratis (Think Strategically, Act Democratically); pemerintah harus mampu bertindak cepat dan menggunakan pendekatan dialog dalam menyelesaikan persoalan publik.
5.    Menyadari bahwa Akuntabilitas Tidaklah Mudah (Recognize that Accountability Isn’t Simple); pertanggungjawaban merupakan proses yang sulit dan terukur sehingga harus dilakukan dengan metode yang tepat.
6.    Melayani dari pada Mengarahkan (Serve Rather than Steer); fungsi utama pemerintah adalah melayani warga negara bukan mengarahkan.
7.    Menghargai Manusia tidak hanya sekedar Produktivitas (Value People, Not just Productivity); kepentingan masyarakat harus menjadi prioritas meskipun bertentangan dengan nilai-nilai produktivitas.

Meskipun secara garis besar hanya ada 3 paradigma besar dalam pelayanan publik, namun ada beberapa akademisi yang menyatakan bahwa governance merupakan salah satu paradigma dalam pelayanan publik. Dibalik semua urutan paradigma tersebut,“Governance” atau sekarang lebih dikenal dengan “Good Governance” bisa dikatakan menyempurnakan konsep-konsep sebelumnya. Jika pada masa-masa sebelumnya kekuasaan dan penyelenggaraan pemerintah lebih didominasi oleh Negara, maka pada konsep Good Governance, partisipasi dari aktor bisnis dan masyarakat sangat ditekankan dengan tujuan agar tercapainya kebijakan pemerintahan yang dapat menyentuh semua aspek kebutuhan masyarakat baik itu untuk sector privat maupun untuk masyarakat pada umumnya.